Subtitle Adalah Framing Etika dalam Film

Oktober 03, 2018

Sumber :Brillio.net

Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama muslim. Hal ini kemudian mempengaruhi beberapa norma dan etika di masyarakat. Masyarakat Indonesia menganggap hal-hal berbau seksual, dan berbicara kasar sebagai hal yang tabu dan dinggap melanggar norma dan etika. Etika ini kemudian berkembang di segala bidang profesi masyarakat Indonesia, tak terkecuali pada dunia perfilman. Menurut UU No. 33 Tahun 2009 tentang perfilman, pada pasal 6 mengatur secara rinci sejumlah larangan isi yang boleh ditampilkan dalam film. Film dilarang  mendorong khalayak umum melakukan kekerasan, perjudian, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif, menonjolkan pornografi, memprovokasi pertentangan kelompok, antarsuku, dan atau antargolongan, menistakan agama, dan merendahkan harkat martabat manusia.

Dunia perfilman selalu berkembang, mengikuti asrus perkembangan teknologi yang semaikn canggih. Kini film telah hadir dengan teknologi visual yang canggih serta efek-efek yang lebih nyata . Film memang menjadi salah satu alternatif masyarakat dalam mencari hiburan, terlebih lagi masyarakat kota. Setiap akhir pekan bisa kita perhatikan di gedung-gedung bioskop ibu kota dipenuhi dengan mereka yang ingin melepaskan ketegangan dengan menonton film, padahal tiket masuk terbilang mahal. Namun harapan setiap penonton film tersebut sama, yaitu mendapatkan tontonan yang berkualitas dan tentunya memuaskan (Dewi, 2010: 5). Film-film produksi Hollywood merupakan film-film berkualitas dengan balutan efek visual yang mengagumkan. Maka jelas bahwa pasar film dunia saat ini di dominasi oleh film produksi hollywood. 

Film hollywood menggunakan audio berbahasa inggris, di mana diperlukan penerjemahan agar penonton film di luar hollywood yang mayoritas tidak bisa berbahasa inggris dapat mengerti dan memahami pesan film. Maka peran subtitle disini menjadi sangat penting, subtitle merupakan teks yang memberikan terjemahan pada audio dalam sebuah film. Menurut Nir (1984: 90) dalam Díaz-Cintas, J., & Remael, A. (2014: 215) Informasi visual sering membantu penonton untuk memproses teks subtitle, dan sampai batas tertentu ini memberikan sejumlah informasi verbal terbatas didalamnya. Misalnya, aspek komunikasi interpersonal yang dapat ditemukan dalam intonasi, ritme, gerakan wajah dan kinesik yang menyertai dialog pada suatu adegan di film.
Sampai saat ini, terjemahan subtitle berfokus pada transfer dari yang mode perkataan ke mode tertulis, dengan memperhatikan mode visual dan audio. Artinya, pembuat subtitle membutuhkan elemen audio dan visual sebagai konteks untuk menangani penerjemahan (subtitling), karena elemen itu sudah ada sebelumnya dan tidak dapat diubah oleh penerjemah (Chuang, 2006: 374). Nedergaard-Larsen (1993: 214) dalam Díaz-Cintas, J., & Remael, A. (2014: 215) memberikan contoh pada film Braveheart. Dalam sebuah adegan, Mel Gibson yang menjadi salah satu pemeran utama dalam film berteriak 'Tahan! Tahan! Tahan! Sekarang! (Hold! Hold! Hold! Now) Pada saat kavaleri Inggris ingin menyerang garis depan tentara Skotlandia, para penonton dapat dengan mudah memahami apa yang sedang terjadi, bahkan tanpa terjemahan. Fenomena ini juga dikenal dengan nama 'efek umpan balik' film. 
Memang sampai saat ini belum ada regulasi resmi dari pemerintah Indonesia dalam hal teks terjemahan atau subtitle. Namun tentu saja dalam pembuatan subtitle, pembuat subtitle harus memperhatikan etika-etika yang ada. Karena menurut Fadli (2008: 9), tampilan yang menyesatkan bisa melahirkan ketidaksadaran  berkepanjangan. Bahkan hal itu akan bermuara pada satu persepsi, bahwa citra itu adalah suatu kewajaran sebagai konsekuensi kemajuan jaman. Akan menjadi lebih menjerumuskan lagi, manakala wujud persepsi dikukuhkan sebagai panutan, sehingga melahirkan pola perilaku yang dianggap sebagai modernisasi budaya. Oleh karena itu, kata-kata kasar dan konten pornografi sebisa mungkin harus di terjemahkan dengan kata-kata sinonim yang lebih sopan, atau dengan kata lain yang mendekati makna kata tersebut tanpa merubah makna asli kata tersebut. Misalnya kata shit yang berarti kotoran dalam bahasa inggris yang sering diartikan sebagai bentuk umpatan, kemudian di terjemahkan dengan subtitle menjadi kata sialan, agar tidak terlalu kasar. 
Contoh lain adalah pada film superhero besutan Marvel Studios dan Sony Pictures, yakni Spiderman Homecoming, yang rilis pada pertengahan tahun 2017 yang lalu. Film yang bisa dibilang sangat sukses ini berhasil menggebrak box office Indonesia bahkan dunia di pekan awal perilisannya. Bahkan menurut situs showbiz.liputan6.com, film ini mendapatkan pendapatan internasional yang cukup fantastis, yakni USD 257 juta atau sekitar Rp 3,4 triliun. Dalam sebuah adegan di film ini, tokoh utama Peter Parker yang diperaankan oleh Tom Holland, mendapat ejekan dari teman sekolahnya dengan sebutan Penis Parker. Kata-kata berbau seksual memang tabu di Indonesia, maka dari itu dalam subtitlenya, kata itu diganti dengan kata Pandir Parker, yang mungkin lebih terdengar sopan meskipun audio dalam filmnya berbeda. Penonton yang kurang mengerti bahasa inggris akan cenderung lebih memperhatikan teks subtitle dibandingkan mendengar audio asli filmnya, kecuali di bagian atau adegan tertentu yang mungkin mereka mengerti. Maka dari itu pergantian kata tadi bisa dibilang efektif dan tidak menimbulkan kontroversi.

Sumber :

Díaz-Cintas, J., & Remael, A. (2014). Audiovisual Translation, Subtitling. Routledge.

Chuang, Y. T. (2006). Studying subtitle translation from a multi-modal approach. Babel, 52(4), 372-383.

DEWI, T. P. (2010). SIKAP KOMUNITAS FILM SURABAYA MENGENAI PENGESAHAN UNDANG UNDANG PERFILMAN MELALUI PEMBERITAAN DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Sikap Komunitas Film Surabaya Mengenai Pengesahan Undang Undang Perfilman di Surat Kabar Jawa Pos) (Doctoral dissertation, UPN" Veteran" Jatim).

Fadli, A. (2008). Peranan Lembaga Sensor Film terhadap perfilman Indonesia: Upaya Dakwah Melalui Sensor.


Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images