![]() |
Sumber gambar : pexels.com |
Seorang penjual kerupuk miskin pulang ke
rumahnya setelah seharian bekerja. Pak Amar namanya. Hari itu adalah hari yang
berat, ia hanya mendapatkan sedikit penghasilan. Tangannya bergetar tanda
kelelahan, kakinya hangat tanda letih, dan kepalanya bermandikan keringat tanda
bahwa hari itu ia bekerja lebih keras dari biasanya. Terlihat wajah sumringah
anak dan istrinya menyambut kepulangan sang suami dan ayah tercinta. Berharap kalau
saja dibawakan makanan untuk makan malam keluarga kecil itu. Hanya sebuah roti
kecil yang ia bawa, tak seperti biasanya. Biasanya ia membawa 3 nasi bungkus
untuk makan malam. Tetapi meskipun begitu, raut wajah istri dan anaknya tidak
kecewa, sama seperti biasanya. Anggap saja bahwa malam itu mereka makan dengan
hidangan sarapan orang luar negeri. Anaknya adalah gadis yang masih belia, umurnya
10 tahun mungkin. Ia sudah tidak bersekolah. Terhitung sejak kelas 4 SD ia
tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena keterbatasan biaya. Istrinya hanya
seorang tukang cuci, penghasilannya sebatas nasi untuk sarapan mereka sehari-hari.
Pak Amar selalu bersyukur walaupun hidup sangat sederhana, baginya tiada
kebahagiaan tanpa senyum dari malaikat kecil dan bidadari tercintanya.
Waktu
sudah semakin larut, si kecil sudah tidur. Besok ia harus bekerja berjualan
koran pagi-pagi sekali. Sementara sang ibu sedang menyetrika baju milik orang
lain yang menggunakan jasanya. Pak Amar yang kelelahan merebahkan badannya di
tikar, tidak ada kasur, hanya tikar usang yang didapatkannya dari Pak Robi, tetangganya
yang lebih berkecukupan. Hari yang melelahkan, kalau saja hari itu ia tidak memberikan
separuh uangnya untuk bantuan korban bencana alam, maka mungkin ia akan
memberikan makan malam nasi bungkus seperti biasanya. Dengan senyum tanda
bahagia, tanpa sadar ia terlelap dalam tidurnya.
Pagi
yang cerah, raut wajah anak dan istrinya sumringah. Terlihat dua orang berpakaian
rapi datang ke rumah kecil mereka. Dua orang itu dari Bank katanya. Tanpa
diduga mereka memberikan uang yang sangat banyak kepada Pak Amar. Entah untuk
alasan apa, sebelum Pak Amar bertanya, dua orang itu sudah pergi. Banyak sekali
uang, bahkan mungkin cukup untuk merenovasi rumah atau mungkin membeli motor.
Bahagia sekali terlihat di wajah ketiga orang itu. Namun semua berhenti begitu
saja. Ayam berkokok, menandakan pagi yang sebenarnya telah datang. Hanya mimpi
rupanya, Ia tersadar setelah tubuhnya menabrak meja dan terbangun. Hal itu mungkin
adalah impian terbesar Pak Amar, membahagiakan keluarga kecilnya dengan uang
yang melimpah dan menjadi orang kaya. Namun apadaya, itu hanyalah bunga tidur yang
hanya menjebak Pak Amar dalam ruang semu mimpi.
Mungkin kamu pernah
mengalami hal yang sama dengan yang dirasakan Pak Amar dalam penggalan
cerita yang sangat pendek itu. Pandangan umum akan mengatakan, bahwa mimpi itu ilusi, dan terbangun itu
nyata. Memang seperti itu kenyataannya. Melihat
fenomena ini Slavoj Zižek, seorang filsuf kenamaan asal Slovenia, berpendapat
lain. Baginya peristiwa terbangun dari mimpi dan menabrak meja adalah The Real yang mengganggu stabilitas tata simbolik manusia, ketika ia terhanyut di dalam
mimpinya. The Real itu menyakitkan, traumatis, dan tidak ada orang yang menginginkannya.
Namun orang niscaya mengalaminya, tanpa ada tawar menawar. Sementara mimpi
indah adalah tata simbolik (symbolic order) yang membuat nyaman dan terlena. Orang tidak ingin lepas
darinya. Tetapi kehidupan memaksa orang melepas diri dari keterlenaan tata simbolik
tersebut. Orang ingin bermimpi karena mereka tidak tahan dengan realitas.
Kekecewaan
hampir selalu hadir dalam kehidupan manusia, tidak terkecuali. Kekecewaan dalam
konteks mimpi tadi adalah the real
atau yang sebenarnya. Kita tidak bisa lepas dari realitas yang sebenarnya.
Manusia tidak selalu dapat memprediksi sesuatu, dari sinilah benih kekecewaan
akan muncul. Ia muncul dari rasa berharap yang terlalu tinggi. Rasa bahwa ia
akan mendapatkan hal yang lebih dari apa yang ia bayangkan. The Real adalah patahan yang menarik manusia untuk berhadapan
dengan realitas yang seringkali tidak sesuai harapan. Di dalam The Real, tidak ada perbedaan antara yang nyata dan yang fantasi. Keduanya sama. Tidak ada
perbedaan antara subjek aktif dan subjek pasif. Keduanya identik. “Subjek”,
demikian Zižek, “adalah kekosongan; semacam lubang di dalam Yang Lain, dan .. isi dari subjek adalah fantasi itu sendiri.”
Seperti kisah sungai dan laut, sungai
selalu berharap agar airny selalu sampai ke laut. Meskipun nantinya airnya akan
menjadi asin, ia tidak peduli. Sunga tetap mencintai laut. Tiada rasa kecewa
bagi sungai. Sungai tidak pernah berharap agar airnya diterima dengan keadaan tawar,
ia hanya berharap laut akan menerima airnya, apapun yang terjadi. Seperti
sungai yang selalu bersedia menerima laut dengan keadaan itu. Kekecewaan hampir
akan selalu muncul, namun bagaimana manusia menghadapinya, entahlah. Semua
orang berbeda dalam menghadapi kekecewaan. Ada yang menantangnya dengan berani,
ada juga yang diplomatis.