Filsafat Cinta Menurut Eksistensialisme Gabriel Marcel

Oktober 04, 2018


Sumber gamber : WIkipedia


Bukan Bermaksud untuk menggalau ria karena cinta. Karena pada dasarnya cinta bukan untuk digalaukan, tetapi dirasakan, dibaca dan disimpan. Cinta adalah rasa yang unik, entahlah apa yang mungkin terjadi di dunia ini tanpa cinta. Kosong, mungkin. Ya, seperti itulah. Cinta itu seperti the force dalam serial Star Wars yang selalu menaungi seluruh makhluk di alam semesta. Cinta ada di setiap hal, bahkan dalam air yang turun dari langit, yang merupakan bukti cinta dari Tuhan kepada kita, manusia. Berbicara soal cinta memang tidak ada habisnya, itulah kenapa tema cinta menjadi hal yang sangat menarik dalam dunia hiburan dan sastra. Dari sudut pandangku sebagai manusia, yang kutahu cinta ada dalam hubungan manusia, baik manusia dengan dunia, manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan manusia. .Dalam konteks cinta yang kumaksud ini, adalah cinta tentang manusia dengan manusia lain yang telah dipilihnya untuk menjadi bagian dari dirinya, dalam menjalani keras lembutnya batu jalan dunia yang dipijak, sekarang dan nanti kelak di keabadian.

Adapun salah satu kata kunci untuk melukiskan hubungan manusia dengan sesamanya adalah “kehadiran” (presence). “Hadir” di sini tidak diartikan secara objektif, dengan menerapkan kategori-kategori ruang dan waktu, melainkan suatu pertalian batin antara dua orang atau lebih yang bebas sehingga masing-masing pihak mampu secara efektif berpartisipasi satu dengan yang lain. “Kehadiran” hanya dapat diwujudkan jika “Aku” berjumpa dengan “Engkau”, karena “kehadiran” merupakan hasil dari perjumpaan. “Perjumpaan” di sini menurut Gabriel Marcel, bukan dalam arti yang dangkal seperti halnya ketika seseorang berpapasan atau bertemu dengan orang lain di suatu tempat. Tetapi, “perjumpaan” memiliki makna yang mendalam, yaitu suatu keadaan di mana dua individu mengadakan suatu kontak dalam bentuk hubungan yang intim, yang mana keduanya saling membuka diri dan hati yang secara fisik diwujudkan dengan senyum, bahasa tubuh dan tutur kata (Qomariah, 2015).

Di saat seorang manusia telah memilih jalannya, ia harus bersedia berjalan beriringan dengan rasa sakit dan pahit. Namun itu hanya sebagian kecil. Sebagian besar lainnya adalah bahagia, Senyum dan tawa. Ingat saat jatuh kemudian ibu datang mengusap kepalamu, menghapus air matamu, dan melerai sakitmu. Itulah cinta. Cinta bukan hanya soal memiliki, itulah kenapa ada yang bilang “Cinta tak harus memiliki”. Meskipun menurutku bodoh untuk memahami kata itu, tapi benar, ada yang seperti itu.

Menurut Marcel, dalam cinta seharusnya tidak mengandung “pemilikan” tetapi penuh
pengorbanan. Kalaupun ada “memiliki” dalam cinta, maka “memiliki” tersebut dalam
pengertian “memiliki untuk saling mendukung, menjaga dan memelihara”, sebagaimana memiliki
“Aku dan tubuhku” yang mempunyai tanggung jawab yang tidak dapat dielakkan untuk menjaga dan memeliharanya. Setiap individu harus menganggap orang yang dicintainya sebagai bagian dari dirinya, menjadikan orang yang dicintai seperti “Aku”, sehingga apa yang baik “bagiku” itulah yang akan ku lakukan untuk “Engkau”. Karena “Aku” ada dalam “Engkau” sebagaimana “Engkau” ada dalam “Aku”, dan “Aku” sama sekali tidak menghendaki untuk menjadikan “Engkau” lain dari apa yang “Engkau” kehendaki dari dirimu sendiri (Qomariah, 2015, 145).

Menurut Marcel, dalam cinta dua individu bersatu, namun mereka tetaplah dua dengan
keunikan dan kekhasannya masing-masing. Setiap individu harus menghayati seruan yang ada
di dalam cinta, yaitu seruan untuk menciptakan suatu persekutuan dalam pergaulan yang di
dalamnya semua orang dapat menjadi dirinya sendiri.
Individu lain jangan semata-mata
dianggap sebagai dia atau seseorang melainkan harus sebagai “Engkau” yang dikenal dan dicinta.
Mencintai diartikan sebagai suatu tindakan yang mengimplikasikan beberapa tindakan, seperti: merawat, mengetahui, menanggapi, menghidupkan, membebaskan, menambah gairah dan kesalingan. Mencintai bukan suatu pemilikan dan bersifat pasif yang mengimplikasikan
pembelengguan dan pembatasan kebebasan yang dapat melemahkan serta mematikan subjek
yang dicintai, akan tetapi sebaliknya, yaitu mempertahankan keutuhan subjek tersebut dengan
segala individualitasnya (Qomariah, 2015: 146).



Sumber  :
Qomariah, S. (2015). INTERSUBJEKTIVITAS, CINTA DAN KESETIAAN DALAM FILM HABIBIE & AINUN (PERSPEKTIF EKSISTENSIALISME GABRIEL MARCEL). Jurnal Studia Insania, 3(2), 139-156.


You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images