Kenalkan, Namaku Menyerah
Februari 25, 2018
Hari ini aku berdebat dengan hujan tentang siapa yang lebih kejam, senja
atau pelangi. Hujan bilang pelangi lebih kejam, karena pelangi datang setelah
ia pergi, seolah memberikan harapan dan keindahan lalu pergi begitu saja saat
manusia sedang mengaguminya. “Lalu, apa bedanya dengan senja ? Bukankah ia juga
pergi saat kita sedang senang-senang mengaguminya ?”. Hujan hanya diam, sembari
meneteskan air gerimis kecil yang memberikan aroma khas saat airnya jatuh
menyentuh tanah dan aspal yang panas.
Senja dan pelangi memang kejam, tapi setidaknya mereka telah memberikan sesuatu
yang nyata untuk diabadikan, meski hanya sebatas foto dalam smartphone jadul dengan kamera 13 MP.
Dan foto itu seolah memberikan sebuah kenangan tersendiri bagi orang yang
menyimpannya, meskipun saat memory internal
smartphone jadulnya sudah penuh, ia terpaksa menghapusnya untuk memberikan
sedikit ruang penyimpanan kepada game atau aplikasi favoritnya.
Setidaknya manusia tidak pernah menyerah kepada pelangi atau senja, karena
kehadiran mereka selalu dinanti, seperti rasa rindu pada rasa masakan nenek
setelah sekian lama tidak datang mengunjunginya. Rasanya aneh jika aku harus
berkenalan dengan kata menyerah. Maksudku, apakah aku harus datang
mendatanginya kemudian bilang “Hai menyerah, boleh aku berkenalan denganmu ?”. Tentu saja tidak bukan ?.
Padahal aku sering menonton Naruto, yang mana selalu mengajariku arti hidup dan
sikap berjuang tanpa kenal menyerahnya. Tapi apa ? Sepertinya semua itu hanya
sampai pada pikiran dan angan-angan saja.
Terkadang menyerah adalah langkah yang harus diambil, jika memang kamu merasa
tidak ada peluang untuk menang. Tapi ini sedikit berbeda saat aku bermain game MOBA Arena of Valor atau Mobile Legend, sehebat-hebatnya pemain
lawan, seberapa banyakpun hero-ku
mati, aku tidak akan semudah itu memencet tombol menyerah. Ya, karena ada 4 orang
lain yang mungkin tidak ingin begitu saja menyerah tanpa perlawanan yang
berarti. “Paling tidak aku bisa memberikan sedikit experience point dan gold pada
timku”, begitu kira-kira pikir mereka. Namun bagaimanapun juga hidup bukanlah sebuah game untuk dimainkan sembarangan.
“Sebuah mobil tua cerewet pernah bilang padaku, itu hanyalah piala kosong”,
adalah satu kata dari Hudson Hornet kepada Lightning McQueen, yang sampai saat
ini telah menginspirasiku. Aku mengibaratkan sesuatu yang aku perjuangkan
adalah piala itu. Sehingga aku berfikir, sama saja jika aku mendapatkannya, kalau
banyak harga yang harus kubayar.
Itu saja sih, Bukan aku ingin membuat kalian menjadi orang yang mudah
menyerah, tapi aku hanya ingin membuat kalian mengerti untuk tidak terlalu
terobsesi atau berambisi berlebihan terhadap sesuatu, ”Ingat, menjilat grendel
pintu di planet lain itu ilegal”, oh maaf bukan itu, “Ingat, pemujaan yang
berlebihan itu tidak baik”. Intinya jangan pernah menyerah, tapi jika memang
dibutuhkan menyerahlah.
NB : (Sumpah) ini bukan pengalaman pribadi penulis
0 komentar