Manusia, Tentang Mimpi dan Kekecewaanya

Oktober 06, 2018


Sumber gambar : pexels.com

            Seorang penjual kerupuk miskin pulang ke rumahnya setelah seharian bekerja. Pak Amar namanya. Hari itu adalah hari yang berat, ia hanya mendapatkan sedikit penghasilan. Tangannya bergetar tanda kelelahan, kakinya hangat tanda letih, dan kepalanya bermandikan keringat tanda bahwa hari itu ia bekerja lebih keras dari biasanya. Terlihat wajah sumringah anak dan istrinya menyambut kepulangan sang suami dan ayah tercinta. Berharap kalau saja dibawakan makanan untuk makan malam keluarga kecil itu. Hanya sebuah roti kecil yang ia bawa, tak seperti biasanya. Biasanya ia membawa 3 nasi bungkus untuk makan malam. Tetapi meskipun begitu, raut wajah istri dan anaknya tidak kecewa, sama seperti biasanya. Anggap saja bahwa malam itu mereka makan dengan hidangan sarapan orang luar negeri. Anaknya adalah gadis yang masih belia, umurnya 10 tahun mungkin. Ia sudah tidak bersekolah. Terhitung sejak kelas 4 SD ia tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena keterbatasan biaya. Istrinya hanya seorang tukang cuci, penghasilannya sebatas nasi untuk sarapan mereka sehari-hari. Pak Amar selalu bersyukur walaupun hidup sangat sederhana, baginya tiada kebahagiaan tanpa senyum dari malaikat kecil dan bidadari tercintanya.

            Waktu sudah semakin larut, si kecil sudah tidur. Besok ia harus bekerja berjualan koran pagi-pagi sekali. Sementara sang ibu sedang menyetrika baju milik orang lain yang menggunakan jasanya. Pak Amar yang kelelahan merebahkan badannya di tikar, tidak ada kasur, hanya tikar usang yang didapatkannya dari Pak Robi, tetangganya yang lebih berkecukupan. Hari yang melelahkan, kalau saja hari itu ia tidak memberikan separuh uangnya untuk bantuan korban bencana alam, maka mungkin ia akan memberikan makan malam nasi bungkus seperti biasanya. Dengan senyum tanda bahagia, tanpa sadar ia terlelap dalam tidurnya.

            Pagi yang cerah, raut wajah anak dan istrinya sumringah. Terlihat dua orang berpakaian rapi datang ke rumah kecil mereka. Dua orang itu dari Bank katanya. Tanpa diduga mereka memberikan uang yang sangat banyak kepada Pak Amar. Entah untuk alasan apa, sebelum Pak Amar bertanya, dua orang itu sudah pergi. Banyak sekali uang, bahkan mungkin cukup untuk merenovasi rumah atau mungkin membeli motor. Bahagia sekali terlihat di wajah ketiga orang itu. Namun semua berhenti begitu saja. Ayam berkokok, menandakan pagi yang sebenarnya telah datang. Hanya mimpi rupanya, Ia tersadar setelah tubuhnya menabrak meja dan terbangun. Hal itu mungkin adalah impian terbesar Pak Amar, membahagiakan keluarga kecilnya dengan uang yang melimpah dan menjadi orang kaya. Namun apadaya, itu hanyalah bunga tidur yang hanya menjebak Pak Amar dalam ruang semu mimpi.

            Mungkin kamu pernah mengalami hal yang sama dengan yang dirasakan Pak Amar dalam penggalan cerita yang sangat pendek itu. Pandangan umum akan mengatakan, bahwa mimpi itu ilusi, dan terbangun itu nyata. Memang seperti itu kenyataannya. Melihat fenomena ini Slavoj Zižek, seorang filsuf kenamaan asal Slovenia, berpendapat lain. Baginya peristiwa terbangun dari mimpi dan menabrak meja adalah The Real yang mengganggu stabilitas tata simbolik manusia, ketika ia terhanyut di dalam mimpinya. The Real itu menyakitkan, traumatis, dan tidak ada orang yang menginginkannya. Namun orang niscaya mengalaminya, tanpa ada tawar menawar. Sementara mimpi indah adalah tata simbolik (symbolic order) yang membuat nyaman dan terlena. Orang tidak ingin lepas darinya. Tetapi kehidupan memaksa orang melepas diri dari keterlenaan tata simbolik tersebut. Orang ingin bermimpi karena mereka tidak tahan dengan realitas.

            Kekecewaan hampir selalu hadir dalam kehidupan manusia, tidak terkecuali. Kekecewaan dalam konteks mimpi tadi adalah the real atau yang sebenarnya. Kita tidak bisa lepas dari realitas yang sebenarnya. Manusia tidak selalu dapat memprediksi sesuatu, dari sinilah benih kekecewaan akan muncul. Ia muncul dari rasa berharap yang terlalu tinggi. Rasa bahwa ia akan mendapatkan hal yang lebih dari apa yang ia bayangkan. The Real adalah patahan yang menarik manusia untuk berhadapan dengan realitas yang seringkali tidak sesuai harapan. Di dalam The Real, tidak ada perbedaan antara yang nyata dan yang fantasi. Keduanya sama. Tidak ada perbedaan antara subjek aktif dan subjek pasif. Keduanya identik. “Subjek”, demikian Zižek, “adalah kekosongan; semacam lubang di dalam Yang Lain, dan .. isi dari subjek adalah fantasi itu sendiri.”

                        Seperti kisah sungai dan laut, sungai selalu berharap agar airny selalu sampai ke laut. Meskipun nantinya airnya akan menjadi asin, ia tidak peduli. Sunga tetap mencintai laut. Tiada rasa kecewa bagi sungai. Sungai tidak pernah berharap agar airnya diterima dengan keadaan tawar, ia hanya berharap laut akan menerima airnya, apapun yang terjadi. Seperti sungai yang selalu bersedia menerima laut dengan keadaan itu. Kekecewaan hampir akan selalu muncul, namun bagaimana manusia menghadapinya, entahlah. Semua orang berbeda dalam menghadapi kekecewaan. Ada yang menantangnya dengan berani, ada juga yang diplomatis.

           

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images